JALUR UTARA FLORES -- SUPERMOTO INDONESIA EASTPEDITION


Hujan masih saja basahi sekujur tubuh ini. Masuk dan mengaliri setiap ruang yang ada tanpa kompromi. Mulai dari sepatu sampai ke celana dalam, hingga tak menyisakan satupun yang kering. Kututup visor helmku karena hujan makin lebat dan menyakitkan mata. Semakin dingin karena terpaan angin.

Rasa kantuk dan lelah mengelayuti raga dan jiwa. Melunturnya semangat yang semakin pudar tersapu air hujan. Sementara itu rodaku tetap meliuk-liuk diantara tebing dan laut. meyetubuhi tanah tumpah darah. Deru kenalpot memecah keheningan bersama thortle yang kuputar lembut. Perjalanan ini belum juga usai. Padahal sedari tadi pulau Ende sudah melambaikan tangan memberi tanda bahwa tujuan sudah dekat. Bertemu dengan “Tukang Gas”, om Way, yang baru bisa bergabung di kota ini lantaran anaknya sakit.


Ende, dikenal sebagai kota lahirnya Pancasila. Zaman dahulu Presiden Soekarno pernah diasingkan disini. Di dalam meditasinya beliau mendapatkan ilham, melahirnya 5 sila, sebagai dasar Negara yang kita gunakan sekarang. Kota ini begitu bersahaja. Masyarakatnya bertoleransi tinggi. Masjid dan Gereja berdiri berdampingan, malayani umat yang hendak berkomunikasi dengan Tuhannya, masing-masing. Tanpa paksaan dan saling menyakiti. Hal ini sudah terjadi dan bergulir jauh sebelum Soekarno datang.

Suara azan berkumandang sayup-sayup timbul dan tenggelam karena terhalang bukit. Masyarakat berbondong ke surau. Sementara kami masih melanjutkan perjalanan. “ tanggung, sebentar lagi” kata salah satu anggota team. Tidak lama dari itu gerbang kota Ende menyambut kami. Akhirnya kami sampai di salah satu hotel sewaan Kang Gas. Regroup seluruh anggota team eastpedition ini, 7 orang, (ilham SOPHIE, Dito KUNCUNG, Igor MOHOK, Wahyu KANG GAS, Iwan PAPI, dude DUDA dan Sadam ADHEL). 


Perjalanan dari Aimere Ke Ende cukup melelahkan, meskipun jaraknya cukup dekat namun karena hujan lebat yang mengguyur selama perjalanan, cukup menguras stamina.  Alhasil perjalanan harus berhenti disini, untuk istirahat dan malanjutkannya esok dini hari pukul 02.00 demi mengejar sunrise di Gunung Kelimutu. Team pun bergegas mempersiapkan lapaknya masing-masing, mencari tempat senyaman mungkin untuk melanjutkan mimpi yang tertunda.

Pak ketua belum juga tidur, masih mempersiapkan persenjataan perangnya. 2 gorpo, 2 Sj Cam serta 1 Kamera China Xioami, 2 DSLR agar besok dokumentasinya bagus waktu di kelimutu. Pukul 02.00 WIB sudah, Tanggal 28 Maret 2016, pak Ketua membangunkan anggotanya yang masih asik ternseyum dalam mimpi mereka. Bergegas memakai pakaian basah sisah hujan kemarin sungguh risih dan dingin. Namun mau gimana lagi, sementara hidup harus terus berjalan. Kami pun memecah pagi dengan doa dan deru kuda besi. Bismillah go to Moni Kelimutu.

Dalam perjalanan banyak terjadi bekas longsor, di km 17 antara Ende-Moni. Mesin-mesin alat berat sedang tertidur pulas, mejaga stamina untuk di genjot keesokan paginya, melayani agar mobilitas masyarakat dapat berjalan dengan lancar.  Longsoran banyak menyisakan tanah di aspal, membahayakan pengendara apalagi dalam kondisi gelap. Jalurnya makin sempit, hanya cukup untuk 1 mobil saja. akan terjadi buka tutup dan kemacetan panjang di jalur ini jika melewatinya siang hari.


Menyaksikan Matahari Terbit di danau di Kelimutu merupakan symbol yang baik. Diantara danau-danau yang indah berbeda warna, kita memulai hari ini dan kedepan dengan baik dan bijak. Melupakan perbedaan dan menyongsong semangat dalam mengarungi hidup. tetap berdiri pada keseimbangan roda kehiduan.


Kaki ini terus berlajalan, meyetubuhi anak tangga menuju puncak. Napas tersengal, jatung berdetup kencang dan keringat satu per satu jatuh ke tanah. Dalam kegelapan kami mengejar secerca cahaya, permulaan hari. Tetap berikhtiar dalam langkah untuk mencapai tempat tertinggi para dewa bersemayam. Akhirnya sampai sebelum terbit. Dan kami menikmatinya.


Jalur utama berakhir disini, di Kabupaten Moni. Selanjutnya team akan melambung kearah utara. Melewati Mbay-Riung-Pota-Reo-Rego-Pacar-Terang-Labuan Bajo. Jalurnya unik dan tidak umum, karena menurut informasi kondisi jalan akan terdapat jalan yang rusak parah. Namun tekad sudah bulat dan terus hadapi rintangan yang ada di depan mata. Disinilah sisi adventurenya baru di mulai. Minim informasi dan minim fasilitas.


Mbay terkenal dengan Bandar udara buatan jepang Pada masa perang dunia ke II, namanya Surabaya II. Karena Pada masanya sama-sama sibuk seperti Surabaya. Sedangkan Riung terkenal dengan 17 pulau kecil bagian utaranya. Perairanya sehat dan landscapenya indah. Mirip Taman Nasional Komodo. Yang lebih unik lagi di daerah Riung dan sebagian Pota terdapat jenis hewan Komodo, mirip namun beda secara genetik dan ukurannya lebih kecil. "VARANUS RIUNGENSIS" atau kadal yang berasal dari Riung. Sementara Itu Desa Rego merupakan desa diatas awan, diantara pegunungan di perut Maggarai Barat. Ketika memasukinya kita akan melintas desa Kajong. Sebuah desa yang tertata rapih dan indah, terkenal dengan Parokinya.


Malam menebarkan sayap-sayap hitamnya, matahari REO lekas diganti kan kabut dingin desa Kajong. Kapel-kapel Paroki sekelebat telihat termaram, begitu juga pohon-pohon besar khas hutan hujan, tinggi menyebar seakan ingin menerkam. Gelap, dingin, sunyi dan misterius. Kami hanya terdiam didalam gulita. Yang telihat hanya bara api dari rokok yang tertempel di mulut, di sela-sela Batu kapur licin yang berhasil menaikan denyut jatung.

Ikan paus putih terus bergerak pelan. Melewati taburan gabah diantara licinya keramik Dan batuan basah tak beraturan. Tangan Dan kaki semakin kaku Dan sakit. Menahan bobot dan medan yang lumayan berat. Paus putih pun terbang menghantam lubang. Om adhel terpental 2m Dan bersandar dipagar ladang masyarakat. Sementara littlet Pony tumbang terkena hook lumut di dasar sungai. Terjerembab dan menjepit kaki pak Kuncung. Kurang penerangan dan medan yang sulit sungguh merepotkan. Ditambah lagi tenaga yang ada merupakan sisa sisa perjuangan sebelumnya.


Untung ada 2 bungkus ikan laut goreng. Dibagi ber 7 yang hanya menggajal tenggorokan. Mie instan kami bawapun tak sempat dimasak,  karena gas kompor tidak dipersiapkan dengan baik. Salah paham karena tabungnya mirip pemandam api. Amsyong dah...akhirnya makan mentah jd pilihan terakhir.....lapar, lelah, dingin Dan ngantuk. Lengkap.


Setelah melewati beberapa sungai dan hutan tanpa penduduk berjam-jam. Akhirnya kami sampai di persimpangan. Telihat ada kehidupan. Pukul 3 dini hari suara deru kendaraan mengganggu masyarakat yang edang terlelap. Membuat sebagian dari mereka keluar rumah. Akhirnya kami meminta bantuan untuk menolong kami yang kelaparan. Untungnya disebrang merupakan warung. Jadi bisa isi perut dan bensin yang mulai kelap kelip.

Tidak terlalu lama Dari desa terang akhirnya kami menemukan jalan aspal halus. Sebentar lagi sampai di Labuan bajo. Masih sangat sepi, hanya anjing-anjing Malam merajai jalanan yang tak bertuan Itu.


Kumandang azan pun terdengar pelan. Disambut suara perahu motor klotok nelayan yang bersautan memecah pagi. Mencari rejeki membelah Lautan. Kamipun larut dalam drama terbitnya sang fajar. Menggeliat dalam kantuk bersama mimpi yang belum juga dituntaskan. Mari bermipi...Dan teruslah bermimpi...niscaya suatu saat akan terjadi...

Labuan bajo, 30 maret 2016

Mungkin 10 atau 20 tahun lagi kami akan merindukannya.



Komentar

  1. Kok ga ada tombol thanksnya nih, pengen banget ngethanks padahal

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUTE TERBAIK NGETRAIL DI DANAU TOBA

8 ASALAN ANDA HARUS BERMAIN BERMAIN MOTOR TRAIL

PUNCAK B29 BROMO