PUNCAK B29 BROMO
Bang Jay Terus Memutar Tortlle Gass. Suara Kawasaki 150 menderu memecah hening di padang pasir bertuan para dewa. Menembus dingin waktu sore di kaldera Bromo. Medung dan berkabut
Kami memang beranjak terlalu sore dari cemara lawang. Karena menunggu selesai meeting di lava view dengan para komunitas pariwisata disana. Juga bang jay yang baru selesai kerja pukul 15.00 wib.
Bang jay adalah orang asal Jakarta yang bekerja di lava view lodge cemara lawang. Dia adalah petualang sejati, sosoknya mirip karakter Roy karya Golla Gong. Tak betah di rumah, hoby nya menjelajah negeri ini. Sampai suatu saat ia diajak untuk bekerja di salah hotel di cemara lawang oleh anak pemilik hotel tersebut ketika ia berkenalan di Gunung Agung. Akhirnya sudah 6 bulan ini ia menetap. Mencurahkan cintanya akan keindahan hamparan Bromo Tengger Semeru. Selanjutnya bang Jaylah yang mengajak saya untuk melihat sunset di puncak B29.
Kami memang beranjak terlalu sore dari cemara lawang. Karena menunggu selesai meeting di lava view dengan para komunitas pariwisata disana. Juga bang jay yang baru selesai kerja pukul 15.00 wib.
Bang jay adalah orang asal Jakarta yang bekerja di lava view lodge cemara lawang. Dia adalah petualang sejati, sosoknya mirip karakter Roy karya Golla Gong. Tak betah di rumah, hoby nya menjelajah negeri ini. Sampai suatu saat ia diajak untuk bekerja di salah hotel di cemara lawang oleh anak pemilik hotel tersebut ketika ia berkenalan di Gunung Agung. Akhirnya sudah 6 bulan ini ia menetap. Mencurahkan cintanya akan keindahan hamparan Bromo Tengger Semeru. Selanjutnya bang Jaylah yang mengajak saya untuk melihat sunset di puncak B29.
Puncak B29 adalah salah satu puncak di Bibir Kaldera Gunung Purba Tengger. Tepatnya sebelah timur dari Puncak Panajakan 1. Sebenarnya jika menarik kompas posisinya diatas bukit Mentigen, tarik lurus dari Lava View Cemara Lawang. Namun hanya bisa di capai dengan berjalan kaki, karena terlalu terjal.
Perjalan dimulai pukul 16.00. Menggunakan KLX 150 hasil pinjeman Pak Tris, si Fasilitator Destinasi, DMO Bromo. Melewati pasir berbisik dan Jemplang. Setelah tembus ke jalur Tumpang - Ranu Pani, bang Jay istirahat di mulut jalan setapak. Sebatang cigarret sambil menarik napas karena terigu 150 itu ga enak dipake goncengan, hehehhee.
Offroad baru saja dimulai karena setelah ini kita akan full melewati single track di Bibir tebing bekas kaldera. Konfigurasi jalurnya sangat mirip dengan Jalur Evakuasi Gunung Lawu. Karena hujan belum juga banyak maka ladu tergerus menjadikannya debu yang mengepul ke udara. Meskipun memang tidak seberat di Lawu namun tetap membuat terigu 150 kerepotan, terkadang salah satu dari kita harus turun dari motor dan berjalan kaki. Disepanjang jalur kita harus extra hati- hati, karena banyak jurang yang curam di sisi kiri dan kanan. Namun jangan tanya kalo soal pemanpangannya, jossh poll...luar biasa.
17.15 kita sudah muncak di B29 disambut mentari yang mulai tenggelam. B29 sendiri berarti Bromo 2900 meter diatas permukaan laut. Posisi ini lebih tinggi dari Puncak Gunung Gede dan Puncak Gunung Salak. Suhu pada saat itu bisa mencapai dibawah 8 Derajat Celcius. Cukup dingin dengan jaket sehelai.
Secara administratif B29 berada di Desa Ledok Ombo Kabupaten Probolinggo. Namun sampai saat ini akses masih sangat sulit karena jalur aspal makadam dari mulai Desa Sukapura sampai Ledok Ombo cukup menyulitkan kendaraan. Karena itulah wisatawan lebih memilih jalur Lumajang atau Malang dimana sudah ada pengerasan jalan.
B29 dipercaya memiliki pemandangan yang Indah, lebih indah dari Pananjakan. Karena dari titik ini kita dapat melihat sunset dan sunrise dengan visibility yang lebih luas.
Keberadaan puncak B 29 yang dikelola oleh Perhutani ini sangat positif. Memberikan pilihan lokasi bagi para wisatawan yang datang. Disamping itu juga menjadi salah satu bentuk visitor manajemen yakni memecah kejenuhan dan konsentrasi wisatawan pada satu waktu di puncak pananjakan serta memperluas dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar Bromo.
Mentari semakin hilang. Sayap sayap hitam merajai langit, menakut-nakuti jiwa penakut. Malam semakin gelap, dingin semakin tak terbendung dan kabut datang silih berganti karena hembusan angin. Kamipun bergegas pulang melewati jalur Ledok Ombo. Tanpa perlengkapan offroad malam hari, bahkan air minumpun sudah habis. Apes deh gara-gara tadi buru-buru.
Semakin malam semakin dingin. Kabutpun semakin pekat. Pandangan mata hanya 2 meter, itupun karena bantuan si terigu 150. Menuruni bukit dengan berboncengan bukannya hal yang bisa dianggap sepele, beban di tangan akan semakin berat apalagi dingin yang membekukan otot yang enggan memuai.
Bang Jay ragu apakah jalur ini merupakan jalur menuju Sukapura. Akhirnya memutuskan untuk memutar balik untuk yang kedua kali. Wow semakin malem semakin seru, semakin deg-degan. Sebenernya dalam hati saya hanya berfikir, “ ikuti saja jalur yang ada, mau sampai ke sukapura, probolinggo, lumajang kek, yang penting sampai ke pemukiman warga, karena semakin dingin, jangan sampai bermalam dihutan apalagi kopling si terigu dari tadi dipaksa terus”.
Akhirnya kami berdua malah nyasar ke B30. Sebuah tempat petilasan Eyang Sapu Jagat. Disini kami beristirahat menumpang di tenda para pendaki dari Lumajang. Lumayan menghangatkan sambil berfikir harus seperti apa selanjutnya.
Untungnya signal telkomsel selalu ada di seantero lansekap ini. Ada telepon masuk, ternyata pak Kusmadi dari Ledok Ombo, menawarkan bantuan untuk menjemput kami. Rejeki anak soleh...karena tadi di B29 sempat bertukaran nomor hape dengan familynya. Mereka khawatir akan kondisi kami yang menuruni gunung malam hari.
Pukul 22.00 bantuan datang dan membawa kami ke rumah Bapak Kusmadi. Seorang tokoh masyarakat di Ledok Ombo yang perhatian terhadap perkembangan desa dan pengembangan B29. Setelah bercengkrama sebentar berbincang soal B29 kami diarahkan ke belakang rumah. Ternyata ini merupakan sebuah rasa hormat masyarakat Tengger akan tamunya. Dibawa ke dapur untuk dipersilahkan makan diantara tungku perapian. “Jangan pernah menolak tawaran makan oleh orang Tengger, pamali”.
Pukul 23.00 pun kami beranjak pergi, membelah desa-desa diatas bukit yang minin kehidupan. Masyarakat ketika gelap mengunci rapat pintu rumah karena dingin. Yang terdengar hanya deru terigu dan sayup-sayup nyanyian mantra, seperti mengajinya orang islam. Terdenger dari pengeras suara yang timbul tenggelam karena terhalang bukit. Suaranya damai, dan saya masih menyakini kalau itu merupakan bahasa sangsekerta dari hindu jawa kuno.
Setelah melewati makadam dengan berboncengan berjam-jam akhirnya kami menemukan bonus. Jeep-jeep terparkir di halaman rumah. Pertanda Sukapura semakin dekat.
Alhamdulillah sampai kembali ke cemara lawang.
Terima kasih Bang Jay atas petualangannya. Terima kasih para campinger di B30. Terima kasih Bapak Kusmadi. Terima kasih pak Tris atas pinjeman Motornya...terima kasih juga buat Mas Tri atas ajakan ke Bromonya...
Someday harus ke sini lagi....
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPesona Indonesia yg tak akan pernah habis dinikmati... Salam Pesona Indonesia Bung Ilham
BalasHapusmantapp bro...
HapusKisah manis di alam Indonesia
BalasHapus